Senin, 26 Desember 2011

Keunikan Hari Raya di Desa Peniwen

Jika kita mengetaui biasanya hari raya umat Kristen adalah pada tanggal 25 Desember, di Desa Peniwen Justru haru raya diadakan tepat pada tanggal 1 Januari. Layaknya seperti hari raya Idul Fitri di desa peniwen setiap orang saat hari ray sungkem dengan orang tua mereka, sesepuh, dan juga biasanya orang Peniwen menamakan dengan istilah "ngirim". Ngirim berarti nyekar ke makam sesepuh, saudara, mauoun anak cucu mereka yang telah meninggal.

Banyak kue dan makanan yang disuguhkan di tiap rumah masyarakat desa Peniwen. Orang-orang luar desa Peniwen pun juga turut bersilaturahmi. mereka saling bermaaf-maafan dan saling berkunjung di rumah saudara.

Kebersamaan yang terjadi sangat membuat hati tenang, serasa dunia penuh kedamaian.

Ginger anodyne clears the palate
Read more »

Jumat, 23 Desember 2011

Mitos Nama Peniwen

Peniwen merupakan sebuah nama yang berasal dari suatu cerita dari para orangtua desa saya. Kata peniwen berasal dari 2 suku kata, yaitu kata Peni yang merupakan singkatan dari kata Nyimpen dan memiliki arti tempat untuk menyimpan serta kata Wen yang merupakan singkatan dari kata Deduwen dan memiliki arti benda atau barang. Konon, hutan Peniwen ini digunakan sebagai sarang penyamun yang dianggap angker (“wingit”), jika bukan orang sakti maka kita tidak akan selamat ketika masuk ke hutan tersebut. Kebenaran cerita ini didukung dengan adanya penemuan sisa-sisa barang simpanan berbentuk perhiasaan dari emas, perak, perunggu; benda-benda bertuah dari kerajaan Majapahit dan Singasari; tulang-tulang binatang peliharaan seperti sapi, kerbau, kuda. Binatang itu merupakan hasil jarahan yang dicuri, kemudian dibawa ke hutan dan disembelih. Setelah itu, hanya dagingnya saja yang dibawa keluar dari hutan.


Desa Peniwen merupakan desa Kristen yang terletak di kaki Gunung Kawi sebelah selatan. Desa ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Malang, tepatnya berada di Kecamatan Kromengan. Sebelah utara dari desa ini berbatasan dengan Desa Wonosari, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kromengan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Jambuwer, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sumberpucung.

Luas wilayahnya sekitar 717 Ha dengan perincian 233,508 Ha digunakan sebagai tanah sawah, 398,942 Ha digunakan sebagai tegal, 75 Ha digunakan sebagai pekarangan, dan sisanya 18 Ha digunakan untuk kebutuhan lainnya. Desa ini terdiri dari 3 dusun. Dusun - dusun tersebut yaitu Dusun Kertorejo (RW I dan II) yang terdiri dari Blok Kalongan, Kampung Tengah, Putuk Rejo, dan Sidokerto; Dusun Ringinpitu (RW III) yang terdiri dari Blok Ringinpitu Lor dan Ringinpitu Kidul; dan yang terakhir adalah Dusun Purwosari (RW IV dan V) yang terdiri dari Blok Krajan dan Sumbersari.


Udaranya sejuk, banyak tumbuhan baik pertanian maupun buah-buahan yang dilestarikan sehingga senantiasa terlihat hijau. Dengan kondisi alam yang sejuk dengan ketinggian 550 - 600 meter dari permukaan laut, Desa Peniwen beralam sejuk. Desa ini memiliki nilai sejarah yang tinggi sehingga perlu dilestarikan.

Desa ini mempunyai lembaga pendidikan, usaha peningkatan produksi pangan, usaha industri kecil, penggilingan padi, perkebunan, dan peternakan. Selain itu, tersedia pula fasilitas umum, seperti listrik, air bersih, serta jalan beraspal. Walaupun perkembangan zaman telah memaksa perubahan aspek kehidupan, namun nilai dan norma masih sangat kental serta tertanam dalam diri masyarakatnya, khususnya dalam hal kekeluargaan, kebersamaan, dan kegotongroyongan.

Read more »

Sejarah Dan Keunikan Desa Peniwen


Pada tanggal 17 Agustus 1880, hutan Peniwen dibuka sebagai perkampungan Kristen oleh 20 orang pembuka hutan yang dipimpin oleh Kiai Sakejus. Setelah itu, perkampungan tersebut dinamakan kampung Krajan sebagai pendukuhan Desa Kromengan dengan dikepalai oleh, Kiai Sakejus. Pada tahun 1883, Pendeta Kremer, Kendal Payak, A.V. Leven, dan A. Setirum mengunjungi kampung ini untuk mendoakan berdirinya perkampungan kristen yang baru tersebut.

Pada tahun 1895, terjadi perubahan dalam administrasinya, di mana sekarang kampung tersebut sudah menjadi desa sendiri dan disahkan menjadi Desa Peniwen. Ketika zaman penjajahan Belanda dan Jepang, penduduk desa ini sangat menderita. Banyak kejahatan yang terjadi ketika itu dan puncaknya terjadi di kala desa ini didatangi oleh patroli ketiga tentara Belanda pada tangal 19 Februari 1949.

Saat itu, tentara menembaki anggota Palang Merah Remaja (PMR) dan penduduk desa yang sedang dirawat di pos PMR. Hal ini diadukan kepada PBB dan utusan dari Belanda datang untuk melihat langsung bekas kejadian tersebut serta ikut berbela sungkawa pada 18 Desember 1949. Pada tanggal 24 November 1949, tamu utusan dari KTN (WCC) datang ke desa tersebut untuk melihat kebenaran atas pengaduan penembakan anggota PMR tersebut. Para korban dimakamkan di monumen Peniwen Affair dan makam itu disebut “Makam Bahagia”.

Di makam pahlawan ini biasanya digunakan untuk upacara hari Pahlawan atau hari Kartini. monumen ini menjadi simbol penderitaan waktuitu. sehingga orang peniwen sangat merawat dan menghargai kerja keras pahlawan yang telah membabat alas dan melawan Belanda untuk membangun Desa ini.

Saat ini nama-nama pahlawan dalam makam Pahlawan tersebut digunakan sebagai nama jalan di desa Peniwen. misalnya salah satu jalan kampung, selatan Gereja GKJW Peniwen, diberi nama jalan Paindong.

Semua penduduk desa peniwen menjunjung tinggi rasa persaudaraan dan cinta lingkungan. Setiap tahun di desa ini diadakan berbagai upacara adat, misalnya unduh- unduh, bersih desa, dan "keleman".

Unduh-nduh adalah acara rutin yang dilakukan masyarakat desa peniwen untuk mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. biasanya acara adat ini dilakukan setelah penduduk memanen hasil alam atau hasil kerja mereka, atau pun ternak mereka. kemudian persembahan ini dilelang.

Bersih Desa adalah kegiatan masyarakat desa peniwen untuk melakukankegiatan merawat dan membersihkan lingkungan desa. Dalam acara ini biasanya para warga mengumpulkan makanan dalam bentuk encek yang dikumpulkan jadi satu di Balai Desa kemudian setelah ibadah dibagikan kembali untuk dimakan bersama. biasanya dalam acara ini warga juga mengadakan kesenian daerah, biasanya kesenian tersebut adalah wayang kulit.

Keleman adalah acara untuk meminta hujan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan melakukan doa bersama di balai desa Peniwen. dalam acara ini juga dilakukan pengumpulan encek yang kemudian juga akan dibagikan dan dimakan bersama.
Read more »

Monumen Peniwen Affair


Pembangunan monumen ini diprakarsai oleh Bupati Edy Slamet dan dibangun guna mengenang gugurnya anggota PMR serta beberapa anggota masyarakat Peniwen. Menurut sejarah, Pendeta Martadipura mengadukan perisitiwa tersebut ke Belanda. Akibat pengaduan tersebut, WCC mengutus 5 wakilnya untuk mengecek kebenarannya dan ternyata terbukti kebenarannya. Akhirnya, Belanda menghentikan usahanya untuk menjajah Indonesia pada 27 Desember 1949.

Dana pembangunan monumen berasal dari Ampi, masyarakat Peniwen, dan dari Bupati Edy sendiri. Peletakkan batu pertama oleh Bapak Edy Slamet dilaksanakan pada 11 Agustus 1983. Sedangkan untuk peresmian monumen Peniwen Affair oleh Pengurus Besar Palang Merah Indonesia, Marsekal Muda Dr. Sutojoi Sumadimedja dilaksanakan pada 10 November 1983. Mr. Henri Beer bersama dengan pendampingnya, Mr. H. Huber dan Dr. Richard Pestalozzi menaburkan bunga di monumen tersebut pada 16 Februari 1984.

Read more »

 
Powered by Blogger